Friday, September 08, 2006

Ketika Instansi Butuh Jasa Periklanan

Pada jaman OrBa, pemerintah dan instansi-instansinya mudah saja membentuk opini publik dan membuat pengumuman. Karena kharisma pemerintah yang kuat di mata masyarakat, dan karena pengaruhnya sangat kuat di media-media massa saat itu.

Kalau menggunakan analogi Plato, saat itu kita hidup di gua yang gelap, sementara pemerintah adalah satu-satunya Dalang yang mengendalikan wayang sekaligus sumber cahayanya. Kita melihat cerita wayang tersebut sebagai satu-satunya realitas, narasi kehidupan.

Jadi, saat itu pemerintah tak perlu repot dalam mengumumkan sesuatu. Gampang saja, semua faktor produksi dalam industri media, memang ’dipegang’.

Belum lagi, dalam proyek-proyek yang butuh outsourcing, instansi tinggal tunjuk saja perusahaan rekanannya. Tidak pakai tender.

Sekarang setelah reformasi, demokratisasi, dan desentralisasi, baru deh.

Sementara tuntutan untuk keterbukaan dan akuntabilitas semakin tinggi, ternyata paradigma lama belum sepenuhnya ditinggalkan.

Kita lihat di koran (yang telah ditentukan), bagaimana instansi dari berbagai daerah memasang iklan. Mereka mengadakan tender-tender pengadaan jasa maupun barang yang bidangnya beragam. Banyaknya bidang konstruksi. Tapi ada juga bidang komunikasi dan pemasaran. Advertising.

Masalahnya adalah, tender-tender tersebut sepertinya diadakan untuk memenuhi tuntutan akuntabilitas saja. Tidak seperti pitching yang mengadu kreativitas konsep, mekanisme tender yang diadakan pemerintah lebih menekankan pada persyaratan administratif.

Kita bisa mengerti ini, bahwa syarat-syarat administratif dan ajuan harga, lebih mudah dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya ketimbang konsep.

Jauh lebih mudah membuat laporan tentang terpilihnya agensi besar —yang surat-suratnya lengkap dan gedungnya milik sendiri, dan SDMnya S2 semua— dan memberi harganya bagus.... ketimbang melaporkan terpilihnya sebuah konsep ILM kreatif yang muncul dari agensi yang entah-namanya-apa. Apalagi kalo penawaran harganya ngepas sama pagu.

Instansi-instansi itu memang diperiksa oleh Inspektorat dan BPK, dari sisi administratif. Dan administratif itulah yang dijunjung.

Mereka lupa bahwa ILM, dalam banyak sisi, lebih kompleks dari iklan komersial karena tujuannya mengubah perilaku masyarakat.

APBN, uang rakyat itu harus dipertanggungjawabkan, dengan mengalokasikan dengan sebaik-baiknya demi kepentingan rakyat. Administrasi dan birokrasi hanya mekanisme saja untuk mencapai tujuan tersebut.

(tulisan ini nantinya mau disambungin sama Habermas, kebayang ga? sama saya mah belum, malah..)

No comments: