Wednesday, December 06, 2006

Orang Marketing Kantor Cabang

Beberapa hari yang lalu tim kami dari kantor melakukan pendekatan ke kantor cabang salah satu perusahaan FMCG terbesar di Indonesia.

Pada perusahaan besar yang punya kantor cabang di daerah, bagian Marketing biasanya disatukan dengan Sales dan Distribusi. Orang-orangnya adalah orang lapangan yang banyak di gudang, di mobil pickup, truk, dan di pasar becek.

Saya tidak menikmati pembicaraan dengan orang-orang Marketing di Kantor Cabang seperti itu. Seringkali otoritas mereka seputar marketing sangat terbatas, bahkan knowledge seputar marketing pun minim. Karena pekerjaan mereka lebih pada penjualan, penyimpanan dan pengiriman, ngobrolin brand dan strategi marketing sering ga nyambung.

Hari itu saya belajar banyak untuk tidak underestimate orang lain.
Setelah sebelumnya mendapat sedikit brief, saya membuat presentasi sederhana untuk bahan obrolan.

Hari itu kami datang dengan santai dan sedikit malas. Cuaca mendung dan kantornya jauh. Di komplek pabrik, distribusi dan pergudangan bgt lah. Bakal ketiduran di tol.

Setelah dari slide ke slide kita ngobrol, kami sungguh merasa ditampar dengan komentar mereka yang disampaikan dengan ringan tapi mendalam. Bapak-bapak staf marketing dengan setelan Blue Collar itu ternyata menguasai bidangnya dengan baik.

Mereka berkata bahwa kami tidak memahami persoalan sama sekali, dan presentasi saya isinya tidak konsisten, tidak mengarah ke mana-mana, dan tidak memberi sesuatu yang baru. Biasa banget, jelek banget, malah.

Saya lupa bahwa sekalipun ini kantor cabang, tapi merupakan bagian dari perusahaan yang besar. Dan mereka tidak menjadi besar begitu saja. Mereka punya sistem yang keren, data dan resources yang tidak main-main.

Sambil terkekeh –menertawakan saya, mungkin – mereka memperlihatkan sebuah gulungan yang isinya data retail mingguan yang direkap per kecamatan se-Jawa Barat. Kertasnya A0, penuh dengan tulisan dan angka kecil-kecil, 8pt.

Mereka tahu permintaan dari tiap grosir dan warung setiap minggunya, mereka analisis trennya, dan mereka tahu why, how and whennya banget lah.

Mereka tahu bahwa grosir A permintaannya melonjak karena Pak Haji Anu bikin hajatan, mereka tahu kapan para pekerja di kawasan tertentu gajian, kapan mereka telat gajian, kasbon lalu akhirnya belanja.. Mereka tahu pada bulan apa yang paling sepi, berkaitan dengan kepercayaan tertentu di suatu daerah...

Mereka tahu fluktuasi konsumsi di tiap tempat, dari tiap brand dan varian yang mereka pegang, kaitannya dengan kebiasaan dan tradisi dan kondisi setempat. Kaitannya sama gengsi, kesukaan, dan kebiasaan setempat.

Mereka bahkan tidak hanya memperhatikan produk sendiri, mereka juga mencermati pesaing.
Program mereka, insentif mereka untuk pedagang, produk mereka..

Mereka juga tidak hanya menggarap konsumen, tapi juga para pedagang mulai dari agen hingga eceran. Mereka memposisikan para pedagang-pedagang kecil sebagai mitra yang sejajar. Bagi perusahaan FMCG raksasa ini, para pedagang di pasar adalah ujung tombak mereka, partner yang harus didengar keinginan dan kemauannya.

Staf-staf marketing ini tampil sederhana, karena mereka ingin menyatu dengan para pedagang eceran di pasar yang becek. Dengan para pembeli di kampung.

Dari cerita mereka saya diingatkan lagi betapa program komunikasi harus didasari pemahaman yang baik terhadap kondisi di lapangan.
Konsumen, pesaing, pedagang eceran, tren, keunikan lokal....

Ini kalimat klise; saya masih harus belajar banyak.

No comments: